Monumen Perjuangan TNI AU, Serpihan Sejarah Perjuangan Bangsa

Tidak ada komentar

Monumen Perjuangan TNI AU.dokpri

Saat matahari masih belum juga condong ke arah barat, kami memutuskan untuk mampir ke sebuah tempat yang papan namanya sudah berkali-kali kami lewati. Papan nama bertuliskan Monumen Perjuangan TNI AU itu terlihat sudah agak kusam, kontras dengan padi di sawah yang sedang ijo royo-royo. Maklum saja ini jalanan desa dekat persawahan warga, (yang biasanya dilewati kanjeng papi saat masih berkantor di Jl.Imogiri Barat) jadi mungkin saja papan nama tersebut luput dari perhatian. 

Replika Ekor Pesawat

Replika ekor pesawat DakotaVT-CLA.dokpri

Monumen perjuangan TNI AU terletak di Ngoto, Bangunharjo, Sewon, Bantul dulu  yang dikenal dengan nama monumen Ngoto. Pertama kali menginjakkan kaki disini yang terlihat adalah replika ekor pesawat Dakota VT-CLA yang seolah ikut menyambut para pengunjung yang datang ke kawasan monumen perjuangan TNI AU. Replika ini ditempatkan di dekat portal, dengan tempat yang agak tinggi, jadi masih terlihat gagah.
Keterangan mengenai replika pesawat Dakota.dokpri

Di sekitar replika ekor pesawat, dituliskan keterangan yang kurang lebih berbunyi bahwa pesawat ini merupakan pesawat milik India yang dicarter oleh pemerintah RI untuk mengangkut obat-obatan sumbangan dari pemerintah Singapura. Tetapi pesawat Dakota VT-CLA ditembak jatuh oleh Belanda pada tanggal 29 Juli 1947 sebelum sampai ke Lapangan terbang Maguwo. Selain itu dituliskan pula bahwa beberapa pahlawan kita yang ada di dalam pesawat ini gugur dalam bertugas.

Kalau ekor pesawat Dakota VT-CLA yang asli dimana? Jawabannya tentu ada di museum Dirgantara Mandala (eks.PG Wonotjatoer) yang letaknya dalam kompleks TNI AU Yogyakarta. 

Kompleks Monumen yang Berpagar 

Pintu gerbang monumen.dokpri

Saat berjalan menuju kompleks monumen yang berpagar, sebenarnya ada rasa pesimis untuk bisa masuk ke dalam. Tetapi wangi bunga yang ditiupkan oleh angin seperti mengajak untuk masuk ke dalam. Kaki melangkah menuju bagian belakang untuk bertemu dengan penjaga monumen perjuangan TNI AU, rasa deg-degan menyergap saat penjaga itu menampakkan diri di depan pintu. “semoga bisa masuk ya, Pi”, bisikku kepada kanjeng papi. Setelah memperkenalkan diri akhirnya kami diperbolehkan masuk ke dalam kompleks monumen oleh penjaga. 
Makam para pahlawan yang gugur dalam menunaikan tugas negara. Dokpri

Di dalam kompleks yang berpagar terdapat makam para pahlawan kita yaitu Marsda TNI Anumerta Agustinus Adi Sutjipto serta istrinya dan Marsda TNI Anumerta DR Abdulrachman Saleh berserta istrinya juga. Wangi bunga yang tertiup angin tadi ternyata berasal dari makam dan terlihat bahwa makam para pahlawan ini masih sering dikunjungi. Kami kemudian memanjatkan doa bersama si kecil di depan makam. Ada rasa haru yang tiba-tiba saja datang, sehingga membuatku ingin menitikkan air mata mengingat perjuangan mereka.
Nisan Adisutjipto, ada taburan bunga yang masih segar. dokpri

Siapakah Adi Sutjipto dan Abdulrachman Saleh?

Menurut buku yang berjudul KNIL dari serdadu kolonial menjadi republik karya Wawan K.Joehanda diuraikan sebagai berikut. Berdasarkan maklumat pemerintah no. 6 tanggal 5 Oktober 1945 mengharuskan TKR bertanggung jawab atas seluruh ketertiban dan keamanan di darat, udara dan laut. Maka pada tanggal 12 November 1945 diadakan sidang konferensi TKR yang salah satunya memutuskan untuk membentuk bagian penerbangan dalam markas tertinggi TKR. Nah Adi Sutjipto yang sudah banyak memiliki pengalaman dalam dinas penerbangan militer Belanda memiliki ide untuk menciptakan generasi muda penerbang Indonesia yang kelak menjadi tulang punggung Angkatan Udara.

Atas idenya ini maka dibuka sekolah penerbangan di lapangan terbang Maguwo Yogyakarta pada tanggal 15 November 1945. Jadi pembentukan sekolah penerbangan ini merupakan cikal bakal terbentuknya Akademi Angkatan Udara yang masih eksis sampai sekarang. Sementara itu di pangkalan Udara Bugis Malang (sekarang Lanud Abdulrachman Saleh) dibentuk sekolah radio telegrafis udara yang diresmikan tanggal 7 Maret 1947. 
Letak jatuhnya ekor pesawat Dakota VT-CLA tepat pada tugu monumen tersebut. Dokpri

Pada tanggal 29 Juli 1947 dalam suasana agresi militer Belanda I, pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan ditembak oleh Belanda dan ekornya jatuh di kawasan persawahan warga seperti yang aku ceritakan diatas. Dalam pesawat tersebut terdapat beberapa penumpang yaitu Tw.Alexander Noel Constantine, Mj.Beryl Constantine, Tw.Roy L.C. Hazlehurst, Bidha Rham, Abdulrachman Saleh, Adi Sutjipto Ruwidodarmo, Adi Sumarmo Wirjokusumo dan Zainul Arifin. Nama-nama korban tersebut dituliskan di dalam monumen tempat ekor pesawat Dakota ini jatuh, yang letaknya di samping makam kedua pahlawan.
Nama para korban yang meninggal dunia pada saat peristiwa jatuhnya Dakota VT-CLA. Dokpri


Selain makam dan monumen juga terdapat relief yang menggambarkan tentang pesawat dakota sebelum ditembak dan terjatuh. Dibawah relief dinding berwarna cokelat tua terdapat keterangan mengenai kronologi peristiwa jatuhnya Dakota VT-CLA.
Relief dinding yang menggambarkan kronologi peristiwa jatuhnya Dakota VT-CLA.dokpri

Bagian tengah kompleks berupa lapangan, kami meduga kemungkinan lapangan ini dibuat untuk upacara para TNI AU yang mengunjungi makam. Sementara di seberang makam terdapat koleksi foto lama para pahlawan sebelum gugur, foto lama dan sketsa pesawat Dakota VT-CLA sebelum ataupun sesudah ditembak oleh Belanda. 
Para pahlawan Indonesia yang menjadii korban jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA. Dokpri

Tidak terasa matahari sudah mulai bergulir ke arah barat saat kami selesai mengelilingi monumen perjuangan TNI AU. Sebelum meninggalkan monumen, kami sempat mendapatkan cerita dari penjaga bahwa selain dikunjungi TNI AU ternyata para mahasiswa STTA juga rutin melakukan tabur bunga di makam Adi Sutjipto dan Abdulrachman Saleh setiap tahun. 

Bagi keluarga kecil kami, mengunjungi monumen bersejarah adalah sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai harganya. Sebagai warga negara yang baik sudah sepatutnya jika kita meneladani sikap para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan walaupun dengan cara yang berbeda mengingat jaman yang juga sudah berbeda. Belajar sejarah bangsa adalah sebuah kewajiban agar anak cucu kelak tidak melupakan jati diri sebagai bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar