Ngabuburit sampai Nggak Bisa Move On?

Tidak ada komentar

Gedung De Vries (OCBC NISP), dibawah gedung ini ada museumnya. Dok : Javawisata.com

Ngabuburit, sebuah kata yang familiar selama bulan ramadan walaupun bukan di tanah kelahiran kata tersebut. Ngabuburit berasal dari kata burit (bukan beurit yak) dalam bahasa sunda yang berarti sore, jadi kurang lebih arti dari ngabuburit adalah menunggu sore. Aku sendiri familiar dengan kata ngabuburit saat tinggal di Bandung.

Hal-hal yang biasa dilakukan ketika Ngabuburit di Bandung


Kota Bandung, sebuah kota cantik dengan banyak bangunan peninggalan kolonial yang selalu memikat hati. Sekitar empat tahun lalu aku berkesempatan untuk tinggal, walaupun tidak lama tapi beberapa kenangan tentang ngabuburit di Paris van Java ini cukup terekam indah dalam memoriku.

 1. Aku suka menyusuri jalan Asia Afrika yang banyak bangunan peninggalan kolonial.

Sepanjang jalan Asia Afrika berjajar bangunan-bangunan kolonial yang usianya sudah ratusan tahun. Dok : infobdg.com

Selalu ada hal yang menyenangkan ketika berjalan kaki, di tempat yang tepat. Jalan Asia-Afrika yang memiliki trotoar lebar cocok untuk berjalan kaki sambil menangkap momen melalui kamera (anggap aja lagi di Belanda). Gedung-gedung peninggalan kolonial yang memiliki sejarah panjang itu seperti Gedung Merdeka, Museum KAA, Gedung De Vries atau OCBC NISP yang ternyata juga memiliki museum di lantai bagian bawah, Gedung Nedhanel NV—Bank Mandiri (aku belum pernah masuk sih, cuma numpang foto didepannya), titik 0 km Bandung  yang dibangun era Daendels terletak di depan DBMP (Dinas Bina Marga dan Pengairan), Hotel Savoy Hooman, hotel Grand Preanger dan Gedung PLN distribusi Jawa Barat. 

2.       Kadang Aku Menghabiskan Waktu di Cikapundung River Spot (CRS).

Cikapundung River Spot, tempat publik yang hits setelah peringatan KAA tahun 2015. Dok : jurnalbandung.com

Berawal perkenalan dari acara relawan KAA tahun 2015, akhirnya aku memiliki seorang teman yang mau diajak ngabuburit. Temanku yang akrab dipanggil Jini sayangnya udah nggak tinggal di Bandung. Kami pernah berjalan kaki menyusuri CRS yang kala itu merupakan tempat baru bagi publik kota Bandung. Siapa saja boleh duduk-duduk disana, yang penting tidak buang sampah sembarangan karena sudah disediakan tempat sampah. Oh iya disini kalau sedang beruntung juga bisa menikmati lagu Halo-Halo Bandung bersamaan dengan air mancur di CRS. Kami juga pernah ngevlog (Jini selalu bisa membangkitkan rasa pede-ku) saat jalan-jalan di CRS sampai gedung Merdeka. 

3.       Menghabiskan waktu di Alun-alun Bandung sambil menunggu adzan magrib.
Alun-alun kota Bandung dan masjidnya. Dok : Your Bandung

Nah kalau ngabuburit di alun-alun Bandung biasanya aku membawa bekal sendiri dari rumah untuk berbuka bersama teman-teman eks relawan KAA. Selain untuk menghemat, kami juga berusaha mengurangi sampah plastik dengan membawa bekal. Aku masih mengingat lezatnya tutug oncom yang dibawa oleh Teh Tetty walaupun sampai sekarang nggak pernah tau resepnya. 

4.       Ngabuburit di taman Balaikota, Bandung.

Taman Balaikota Bandung yang terbuka untuk publik. Dok : m.rri.co.id

Setelah peringatan KAA berakhir, aku masih berteman dengan teman-teman relawan eks KAA. Nah kalau ada waktu senggang biasanya kami bertemu sambil ngabuburit di taman Balaikota, Bandung. “kumpul di bawah patung Badak ya?”, sebuah pesan yang sampai sekarang aku ingat saat kami berkumpul. Ruang publik di depan Balaikota ini banyak digunakan beraktifitas oleh warganya. Jadi nggak usah kaget kalo disana ada yang latihan ngedance, sepatu roda, atau olahraga ringan sebelum berbuka puasa karena memang ke taman ini nggak perlu ijin dan nggak perlu bayar. Terakhir mendengar kabar dari Teh Tetty bahwa di Taman Balaikota terdapat sebuah labirin buatan yang bisa digunakan untuk berselfie.
 
Walaupun sekarang aku sudah tidak tinggal di Bandung tapi mendengar kata Ngabuburit semua pikiranku langsung melayang ke kota Bandung. Sejujurnya aku belum bisa move on dari kota Bandung karena masih banyak bangunan atau peninggalan kolonial yang belum aku kunjungi dan sebuah pertanyaan, “kenapa dulu Bangsa Eropa lebih suka tinggal disini?”.  

“aku kembali ke Bandung dan kepada cintaku yang sesungguhnya”—Bung Karno

Tidak ada komentar