Hal Sederhana yang Bisa Dilakukan Untuk Merawat Cagar Budaya Indonesia

Tidak ada komentar

Hal Sederhana yang Bisa Dilakukan Untuk Cagar Budaya Indonesia 



Situs Payak yang merupakan situs petirtaan
semasa kerajaan hindu budha.
Terletak di kecamatan Piyungan, Bantul, DIY.
Dokpri



Beruntung sekali saya tinggal di Daerah Istimewa Yoyakarta, di mana wilayah ini memiliki berbagai peninggalan bersejarah yang termasuk dalam kategori Cagar Budaya. Jantung kota ini saja memiliki bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang di depannya terdapat plakat  bertulis “cagar budaya”. Tetapi saya tidak tinggal di jantung kota ini, melainkan di pinggiran kota Jogja sebelah timur.

Awal saya pindah ke pinggir kota, saya tidak mengetahui bahwa di sekitar tempat tinggal terdapat sebuah candi yang unik. Saya berpikir bahwa candi-candi semasa Hindu Budha hanya tersebar di kawasan Prambanan saja, tidak sampai ke sini. Dugaan saya salah, tidak jauh dari rumah terdapat Candi Gampingan yang di depannya terdapat sebuah plakat bertulis “cagar budaya”.

Sebagian besar dari kita sering bertanya-tanya Cagar Budaya itu apa sih? Penetapannya bagaimana tuh sebuah peninggalan bersejarah dikategorikan sebagai Cagar Budaya? 

Pengertian Cagar Budaya menurut UU RI no 11 Tahun 2010 :
Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda Cagar Budaya, bangunan Cagar Budaya, struktur Cagar Budaya, situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/di air yang , perlu dilestarikankeberadaanya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Jadi kalau yang tidak bersifat kebendaan seperti tarian, bahasa dan sebagainya tidak termasuk ke dalam Cagar Budaya. Terus penetapan sebuah benda atau peninggalan bersejarah sebagai cagar budaya itu juga ada aturannya.

Masih menurut UU RI Tahun 2010 penetapan cagar budaya itu dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Jadi sudah jelas ya penetapan Cagar Budaya ini bukan oleh pemerintah pusat. Sedangkan Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli dari berbagai bidang yang kompeten (memiliki sertifikat kompetensi). TACB ini bisa memberikan rekomendasi untuk penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya. Oleh karena itu sebaiknya setiap kabupaten/kota memiliki TACB.

Sudah cukup jelas ya mengenai pengertian Cagar Budaya dan penetapannya. Sekarang tinggal sikap kita sebagai masyarakat nih bagaimana memperlakukan sebuah peninggalan yang dikategorikan sebagai Cagar Budaya.

Sementara itu pada pasal 3 UU RI no 11 tahun 2010 juga menyebutkan bahwa pelestarian Cagar Budaya bertujuan untuk :
  1. Melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia.
  2. Meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui cagar budaya
  3. Memperkuat kepribadian bangsa
  4. Meningkatkan kesejahteraan rakyat
  5. Memperomosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional



Bertemu Sosok Teladan  Pelestari Cagar Budaya


Kawasan Candi Gampingan dekat dengan rumah warga. dokpri

Tadinya saya ragu akan mendekati Candi Gampingan karena di dalam pagar berduri itu ada seseorang. Tetapi saat melihat gerbangnya tidak terkunci, saya beranikan diri untuk masuk dan meminta ijin berkunjung kepada seseorang tersebut. Beliau bernama pak Muji yang bertugas membersihkan sekitar Kawasan Candi Gampingan.  

Bangunan Candi Gampingan merupakan candi budha yang terbuat dari batu putih, berbeda dengan candi-candi yang selama ini saya kunjungi. Candi yang diperkirakan dibangun pada abad ke 9 Masehi ini memang sudah hilang atapnya, tetapi kita masih bisa melihat reruntuhan dan reliefnya yang tercerai berai. Candi Gampingan pertama kali ditemukan oleh warga pengrajin batu bata di tahun 1995. Saya sangat mengapresiasi warga yang dengan sadar melaporkan penemuan candi kepada BPCB. Kalau tidak dilaporkan ke BPCB, mungkin Candi Gampingan sudah musnah oleh tangan-tangan jahil.

Menurut penuturan Pak Muji, setelah diteliti oleh tim ahli cagar budaya bahwa gapura Candi Gampingan ada di pinggir jalan raya. Jadi rumah yang menutupi jalan setapak menuju Candi Gampingan itu tidak seharusnya dibangun. Terkait permasalahan ini, pak Muji mengatakan bahwa BPCB sudah memenangkan gugatan terhadap rumah tersebut sehingga pembangunan rumah tidak dilanjutkan bahkan pasti akan dibongkar saat penggalian Candi Gampingan dilanjutkan.

Pak Muji sendiri merupakan pensiunan satpam BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) yang pernah ditugaskan di TWC (Taman Wisata Candi)  Borobudur dan Prambanan. Jadi tidak heran jika beliau bisa menceritakan tentang candi. 

Di masa pensiunnya, beliau masih mau dan mampu untuk menjaga kebersihan Candi Gampingan yang tidak jauh dari rumahnya. Selain itu beliau juga bertugas menjaga situs Payak yang ada di sebelah timur Candi Gampingan. Bisa dibayangkan tanpa seorang Pak Muji mungkin semak belukar akan menutupi kawasan candi sehingga masayarakat tidak mengetahui bahwa di Gampingan ada sebuah Candi budha atau malah mungkin tempatnya dianggap angker. 
Plakat Situs Payak dan papan peringatan dari BPCB. Dokpri

Ah masyarakat kita memang suka menghubungkan sebuah peninggalan sejarah dengan hal-hal mistis.

Ikut Merawat Cagar Budaya Dengan Cara Sederhana

Mengunjungi Cagar Budaya


Kalau Pak Muji sudah mendedikasikan dirinya untuk merawat cagar budaya Candi Gampingan dan Situs Payak dengan cara bersih-bersih, sekarang saatnya kita untuk ikut merawat cagar budaya dari yang paling sederhana yaitu mengunjungi cagar budaya.

Pak Muji selalu menerima pengunjung Candi Gampingan dengan tangan terbuka apalagi untuk edukasi kepada masyarakat. Oleh karena itu mengajak masyarakat untuk mengenal peninggalan cagar budaya di sekitar kita wajib dilakukan. Saat ini hanya komunitas-komunitas sejarah, mahasiswa, penulis atau peneliti yang sering mengunjungi Candi Gampingan karena memang tidak dibuka sebagai tempat wisata seperti Candi Sambisari.

Sebelum mengajak anak-anak mengunjungi Candi Gampingan yang merupakan Cagar Budaya, yang harus diedukasi adalah pendidik dan orang tuanya supaya tidak memandang sebelah mata peninggalan masa lalu berupa cagar budaya. Nilai sejarah yang terkandung dalam bangunan cagar budaya tidak bisa lepas dari sejarah bangsa kita lho.
relief pada candi Gampingan. dokpri

Jika hal itu sudah dilakukan maka untuk memberikan pesan-pesan toleransi, budi pekerti dan keberagaman akan lebih mudah disampaikan kepada anak. Contohnya Candi Gampingan memiliki relief berupa sulur-sulur dan binatang yang melambangkan bahwa kita harus hidup berdampingan dengan alam.

Kolaborasi

komunitas Kandang Kebo
 bekerjasama dengan BPCB DIY
 melakukan jelajah bertema
 " Menapak Jejak Sejarah".
Saya ikut dalam jelajah ini. Dokpri


Kemudian kolaborasi antara BPCB, Pemerintah Daerah dan komunitas sejarah juga sangat diperlukan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Contohnya seperti melakukan jelajah sejarah  yang melibatkan warga lokal dan terjun langsung mengedukasi masyarakat saat merayakan hari-hari besar nasional.
Warga lokal yang merupakan sesepuh
di kawasan Masjid Gedhe Mataram,
Kotagede, Yogyakarta
sedang memberikan penjelasan tentang masjid.
Dokpri




Warisan nenek moyang berupa cagar budaya di Indonesia ini perlu kita jaga bersama agar tidak musnah tersapu oleh ketidak pedulian kita terhadap cagar budaya. Kalau musnah, bagaimana kita akan bercerita kepada anak cucu tentang peninggalan nenek moyang sebuah bangsa yang luar biasa bernama Indonesia?

Tulisan ini disertakan dalam Lomba Kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia : Rawat atau Musnah. Lomba ini diadakan oleh Ibu Ibu Doyan Nulis (IIDN) dan  didukung oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kalau kamu punya pengalaman tentang cagar budaya di sekitarmu yuk ikutan lombanya karena hadiahnya menarik banget lho. 





Tidak ada komentar