4 Alasan Harus Menulis Walaupun Sudah Menjadi Ibu

Tidak ada komentar

4 Alasan Harus Menulis Walaupun Sudah Menjadi Ibu
Dok : Canva

Pengalaman adalah guru yang sangat berharga, sayang sekali jika tidak dituangkan ke dalam sebuah tulisan. 

Bertransformasi menjadi seorang ibu tidak menyurutkan langkahku untuk terus berkarya melalui sebuah tulisan. Justru hal itu malah membuat tulisanku semakin beragam. Terkadang aku merasa perlu menulis artikel berbau sejarah, tapi lain waktu aku bisa membuat tulisan yang sama sekali  tidak berhubungan dengan sejarah.

Aku mulai aktif menulis lagi di blog menggunakan laptop
Aku mulai menulis lagi sejak 4 tahun yang lalu.
Dokpri

Sebenarnya aku sudah mulai menulis sejak sekolah menengah, hasilnya waktu itu berupa karya tulis yang mewakili sekolah ke tingkat daerah. Namun sayangnya aku berhenti menulis karena keadaan yang tidak mendukung. 

Baru sekitar 4 tahun ini aku kembali aktif menulis. Nah berbagai alasan kenapa aku harus menulis sudah dituliskan dibawah ini.

4 Alasan Harus Menulis, Walaupun Sudah Bertransformasi Menjadi Seorang Ibu


Beban Pikiran Berkurang

Dok  : pixabay

Bagiku menulis itu seperti menuangkan air dari gelas yang udah penuh, ke gelas lain yang masih kosong.

Aku pernah merasa terbebani dengan keadaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ya aku kaget menjadi seorang ibu dengan bayi kecil yang membuat banyak perubahan dalam kehidupanku. Walaupun aku sudah sering membaca artikel atau buku untuk mempersiapkan diri menjadi seorang ibu, tapi prakteknya tetap saja kaget duluan. 

Beruntung sekali aku ada di dalam lingkaran yang selalu memberikan support untuk menulis. Sejak itu aku meluangkan waktu untuk menuangkan beban pikiran ke dalam tulisan. Jadi dengan menulis, beban pikiran berkurang, tidak gampang stress dan rasanya kayak habis pencet tombol refresh. Plong! Jadi aktifitas sehari-hari nggak terganggu kalau sudah menuangkan sebagian beban pikiran ke dalam tulisan.


Tidak Perlu Curhat ke Orang yang Salah

Pernah curhat ke orang yang salah?Terus merasa ga nyambung? Atau malah curhatan kita dibeberkan ke orang lain?
Kalo aku ditanya gitu sih udah pasti jawabannya PERNAH. 

Belajar dari pengalaman, akhirnya aku lebih pilih menulis daripada curhat ke orang yang salah. Nanti kalau diadu domba, kan malah merusak tali silaturahmi. Lagian kalau menulis itu ceritanya dari kita sendiri, tidak ditambahin bumbu sama orang lain. 

Salah Satu Self Healing


Self healing adalah sebuah proses untuk menyembuhkan luka yang bisa dilakukan oleh diri sendiri. Nah menulis bagiku bisa menjadi self healing yang sangat manjur. Dalam sebuah tulisan, aku bisa menuangkan apapun termasuk emosi yang sedang aku rasakan. 

Kesedihan mengenai sebuah Bangunan Tua di jalur kereta yang sudah tidak beroperasi pernah aku tuliskan dalam sebuah artikel. Tujuannya biar aku tidak kepikiran terus sama bangunan tua tersebut. Soalnya capek kalau kepikiran sesuatu tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa, iya kan? 

Berbagi Informasi dan Pengalaman

Tahun lalu aku blusukan ke bekas Keraton Mataram Islam di Pleret, sebelah timur kota Jogja. Kalau aku tidak menuangkan pengalamanku saat blusukan dalam bentuk tulisan di blog, bagaimana aku bisa bercerita kepada anak cucu jika jejak digitalnya tidak ada. 

Dok : pixabay

Oh iya menulis fiksi atau non fiksi tetap membutuhkan pengetahuan yang cukup agar menjadi tulisan yang berkualitas.  
Kalau merasa kurang pede sama tulisan yang sekarang, kita juga bisa memilih pelatihan yang sesuai dengan kemampuan. 

Sekali lagi bertransformasi menjadi seorang ibu, tidak membuatku berhenti berkarya melalui sebuah tulisan. 



" Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Catatan Pringadi bekerja sama dengan Tempo Institute."



Tidak ada komentar