Pengalaman Membatalkan Pembelian Rumah

2 komentar

 

Pengalaman Membatalkan pembelian rumah

Kehilangan dua juta rupiah kali ini bukan sebuah penyesalan, karena dibalik dua juta rupiah ada pengalaman berharga dalam perjalanan hidup kami yaitu pengalaman membatalkan pembelian rumah.

Pengalaman adalah guru yang terbaik, termasuk pengalaman membatalkan pembelian rumah yang baru saja kami alami. 

Apakah pembelian rumah bisa dibatalkan? Ya tentu saja bisa tetapi ada syarat dan ketentuannya. 

Kami sebenarnya sudah berhati-hati, namun setelah mempertimbangkan banyak hal, kami memilih untuk membatalkannya sebelum tanda tangan SPR (Surat Pemesanan Rumah) diatas materai. Beruntung sekali kami belum menyerahkan uang DP (down payment) ke developer, jadi pembatalannya tidak rumit. Kami hanya kehilangan dua juta rupiah sebagai uang booking fee.


Pengalaman Membatalkan Pembelian Rumah


Cari rumah itu mirip seperti cari jodoh, kadang udah masuk masa penjajakan pun bisa aja bubar di tengah jalan. Tapi kalau udah jodoh, pasti nggak akan kemana-mana.

Alasan Ingin Beli Rumah : Tidak Betah Tinggal di Rumah Kontrakan


Rumah kontrakan yang kami tempati sejak masa pandemi covid ini sebenarnya nyaman. Nyaman di kantong, nyaman lingkungannya dan pemiliknya juga baik. Namun beberapa bulan terakhir ini, ada saja yang mengusik kenyamanan tersebut. Puncaknya adalah saat tetangga kanan kiri renovasi rumah berbarengan. Salah satu tetangga memang sudah menginformasikan akan melakukan renovasi rumah, namun tetangga yang satunya ikutan renovasi rumah juga.

Rumah kontrakan yang merupakan rumah subsidi ini bocor dan temboknya rontok. Dokumen pribadi


Bayangkan saja setiap hari mendengar suara gaduh, melihat tembok pada rontok (karena rumah subsidi temboknya untuk barengan) dan atap menjadi bocor tentu saja membuat tidak nyaman. Belum lagi kalau pengeras suara (toa) masjid yang digunakan tidak semestinya, seperti pujian & ceramah yang berteriak-teriak tentu saja sangat menggangu karena menimbulkan polusi suara. Jadi kami memilih menutup rapat pintu dan jendela rumah, supaya suara yang terdengar tidak memekakkan telinga.
Berbagai kejadian diatas membuat kami memutuskan untuk mencari rumah lain sekaligus ingin membelinya jika dirasa cocok.


Kami Mulai Mencari Rumah

Contoh brosur rumah komersil. Dokumen : developer kota Deltamas


Setiap buka grup jual beli rumah di FB, banyak sekali yang menawarkan rumah, baik yang subsidi maupun komersil. Harganya pun sangat beragam mulai dari 172 jutaan sampai 1 Milyar pun ada.

 
Nah untuk rumah subsidi di area Cikarang, harganya sekitar 172 juta-an ukuran 29/60 m². Sayangnya, tembok rumah subsidi itu single, tembok digunakan bersamaan dengan tetangga dan tidak ada dapurnya. Artinya kalau kita beli rumah subsidi harus menyiapkan uang lagi untuk membangun dapur. 

Dari pengalaman orang-orang terdekat, beli rumah subsidi lebih mirip beli tanah, bonusnya rumah karena rumah benar-benar "asal berdiri". Bahkan tetangga pernah bercerita, setelah membeli rumah langsung renovasi besar supaya rumah layak untuk ditempati.

 
Kemudian untuk rumah komersil harganya berkisar 300 juta-an keatas. Dari pengalaman saudara yang beli rumah komersil, dapur biasanya sudah setengah jadi atau minimal ada tembok dapur yang sudah berdiri satu meter. Jadi seandainya belum punya uang pun dapurnya bisa dibuat semi permanen dulu, yang penting tidak kehujanan. 

Ukuran rumah komersil bervariasi, untuk harga 300 juta-an cluster biasanya dapat ukuran 36/60 m². Namun yang paling berat dari rumah komersil menurut saudara adalah cicilannya saat udah masuk bunga floating. Mau take over ke bank lain juga harus siap dengan biaya akad lagi.

 
Dengan berbagai pengalaman orang-orang sekitar, kami memutuskan untuk cari rumah komersil. Kami mulai list rumah satu per satu untuk nantinya disurvei.

 
Nah disinilah kami membekali diri dengan berbagai pengetahuan tentang jual beli rumah lewat channel YouTube Adhitya Mulya , KPR Academy dan Ayah Kylan. Minimal kami punya bekal supaya tidak merasa terjebak karena kami sama sekali belum pernah beli property. 

 

Satu pesan mas Adhitya Mulya yang akan selalu kami ingat, yaitu beli rumah itu bisa saja sekali seumur hidup jadi lo harus berhati-hati. Jangan sampe nyesel. 

 
Mau beli handphone yang harga sejutaan aja kita pasti liat review detailnya di youtube. Masa mau beli rumah kayak beli kacang goreng. Ini transaksinya besar lho, lebih besar dari harga handphone.

 
Setelah mendapatkan final list rumah yang diinginkan, kami mulai melakukan survei rumah setiap akhir pekan dan bertemu marketing rumah satu per satu. Dari list 5 rumah, kemudian menyusut menjadi 2 rumah. Namun yang satu sangat tidak terjangkau dengan pendapatan kami jadi dilepas. 

 
Pada akhirnya pilihan kami jatuh kepada satu rumah komersil berukuran 42/70 m² yang letaknya tidak jauh dari Cifest Hill. Pertimbangan kami waktu itu adalah boleh liat fotokopi legalitas, lokasinya cocok dan harganya sudah all in sebesar 420 juta rupiah.


Kemudian, marketing perumahan tsb menegaskan kalau tidak menerima slip gaji cash atau mark up gaji, jadi bank akan melihat riwayat keuangan dari hasil print rekening koran. Seandainya ada penurunan plafon KPR , nanti bisa dicicil ke developer. Aku pikir setidaknya ini bisa jadi opsi terkahir saat terjadi penurunan plafon.


Alasan Pembatalan Pembelian Rumah

Kuitansi booking fee rumah. Dokumen pribadi


Meskipun sudah booking fee dan dijanjikan untuk cap basah di kuitansi, pada kenyataannya kuitansi booking fee tidak diberikan cap basah. Itu masih nisa dimaklumi sedikit. Namun beberapa hal dibawah ini membuat keputusan kami untuk batal semakin bulat, yaitu : 


Developer Hanya Bekerjasama Dengan Satu Bank

Source : yt channel Adhitya Mulya. 


Sebenarnya ini adalah warning awal dari mas Adhitya Mulya, karena menurut beliau kita sbg konsumen harusnya dibebaskan untuk pilih bank sesuai keinginan kita. Kalau sejak awal diharuskan KPR di bank tertentu, bisa jadi developer memiliki kesepakatan tertentu dengan bank tersebut.

 
Saat kami menyakan hal ini kepada marketing perumahan, selalu jawabannya, "kan nanti bisa take over bank setelah selesai bunga fixed". 

Menurut kami itu bukan jawaban yg tepat, justru lebih ke "ngeles". Take over ke bank lain setelah bunga fixed terlihat menggiurkan tapi tetap harus persiapan karena ada biaya akad kredit lagi.

 
Bank yang kerjasama dengan developer ini juga bunganya lumayan tinggi. Info dari marketing bank, saat ini bunganya sampai 6,3 % entah nanti kalau sudah masuk bunga floating cicilannya jadi berapa. Hal ini membuat budget kami untuk cicilan KPR jadi bengkak dong bahkan diatas batas DBR (debt burden ratio) . Batas DBR saat ini untuk gaji 10 juta kebawah menurut Ayah Kylan adalah 40% . 

 
Setelah menyampaikan keberatan cicilan ke marketing perumahan, justru aku ditanya balik "loh memang sudah tau cicilannya berapa, kan SP3K belum turun? " Hmm speechless aku tuh.

 
Padahal kalau mau simulasi KPR kan sekarang udah gampang banget, salah satunya lewat website KPR Academy, nanti langsung muncul angka cicilannya. Kalau mau lebih detail bisa pakai format Microsoft Excel yang diberikan mas Adhitya Mulya gratis dari channel youtubenya. Atau kalau males utak atik Excel, kan bisa pakai simulasi KPR dari rumah.com dan Pinhome yang lengkap beserta tabel saat bunga floating.


Developer Tidak Terdaftar di SIRENG PUPR dan Tidak Aktif di REI (Real Estate Indonesia) 

Dalam artikel sudah banyak yang menuliskan bahwa untuk beli rumah cek dulu tracking record developernya. Cara yang sering digunakan jika track record developer tidak muncul di internet adalah minimal cek dulu developernya terdaftar atau tidak di SIRENG PUPR. Apabila tidak terdaftar, coba cek melalui Asosiasi terkait seperti REI atau APERSI.

 

Kenapa sih harus developer yg terdaftar di SIRENG PUPR ? 

Dilansir dari News Olx, aplikasi SIRENG ini adalah bagian dari Kementerian PUPR  untuk melakukan pengawasan terhadap pengembang (developer). Kemudian, SIRENG juga merupakan bentuk perlindungan konsumen. 

Contoh nama developer yang sudah terdaftar di SIRENG PUPR. Dokpri


Jika developer tidak terdaftar di SIRENG, beberapa artikel menyarankan untuk cek developer ke Asosiasi. Tujuannya selain sebagai perlindungan konsumen, jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan (misal : sengketa rumah atau tanah) tuh asosiasi bisa menjembatani / membantu penyelesaian permasalahan tsb.

 

Halaman utama website SIRENG PUPR. Developer rumah yang ingin kami beli nggak terdaftar


Pada awalnya aku ingin mencoret perumahan ini dari daftar karena developer tidak terdaftar di SIRENG PUPR. Namun karena sudah janjian dengan marketing perumahan, kami datang saja sekalian lihat-lihat dan mendapat brosur yg menuliskan bahwa developer terdaftar di REI dengan nomor NPA XXX-XXX. 

Pulang dari perumahan tersebut, aku langsung menghubungi pihak REI melalui whatsapp. Hasilnya developer tsb terdaftar di REI pada tahun 2019, namun untuk saat ini belum/tidak aktif lagi.

Jawaban dari REI. Dokpri


Waktu itu aku masih berpikir, " Oh mungkin blm sempat aktifin keanggotaan lagi. Mungkin bentar lagi aktif juga jadi coba dilanjutkan aja deh".

Oh iya sedikit cerita, pernah ada marketing perumahan yang aku tanyain soal developer tidak masuk di SIRENG PUPR, tapi jawabannya bikin calon pembeli kabur. 

"loh tapi ini kenapa developernya belum terdaftar di SIRENG PUPR?", tanyaku. 

"SIRENG PUPR itu apa Bu? Wah sepertinya itu bukan urusan saya, tapi urusan developer. " jawabnya seolah melempar knowledge product ke developer. 

Setelah mendengar jawaban itu, aku langsung kabur aja karena terlihat sangat kurang knowledge productnya. Aku bisa bilang gini karena aku juga pernah bergelut di dunia marketing, meskipun bukan marketing perumahan. Minimal knowledge product itu harus dikuasai kan kalau mau jualan? 


Ada Klausul yang Sangat Memberatkan Konsumen Pada SPR (Surat Pemesanan Rumah) 

Surat Pemesanan Rumah yang akhirnya tidak kami tanda tangani karena ada klausul yang memberatkan calon pembeli. Dokpri


Setelah mencari tau banyak hal tentang rumah yang diinginkan, kami memutuskan untuk mengumpulkan berkas dan booking fee sebesar Rp 2.000.000 pada hari Sabtu, 25 September 2022. Tapi sebelum booking fee, kami sudah sepakat jika nantinya booking fee ini hilang tidak usah menyesal. Pokoknya udah siap "lahir batin" kalo uangnya hilang.

 
Setelah booking fee dan mengumpulkan berkas, kami diberikan kuitansi berwarna putih yang ada kop nama developernya. Marketing rumah berjanji untuk mengganti kuitansi tersebut dengan kuitansi cap basah developer. Kemudian kami diperlihatkan contoh SPR yang ada tanda tangan bermaterai. 

Aku sempat membaca poin dalam SPR, sementara kanjeng Papi menuliskan berbagai catatan untuk nantinya disepakati dengan developer saat pembangunan rumah.

 
Pada hari Selasa, marketing rumah datang untuk memberikan SPR agar ditandatangani oleh Kanjeng Papi. Namun Kanjeng Papi mengulur waktu tanda tangan diatas materai karena poin-poin catatan kesepakatan pembangunan dengan developer belum juga dibuat secara tertulis. 

Sambil menunggu tanda tangan, aku mempelajari isi SPR dan menemukan ada klausul yang sangat memberatkan bagi konsumen yaitu Klausul Ketentuan Pemotongan Pembatalan bagian Mengundurkan Diri yang tertulis pada SPR (Surat Pemesanan Rumah). Klausul tersebut berbunyi :  mengundurkan diri dikenakan denda 50% dari harga jual * 

Misalnya batalin beli rumah secara sepihak setelah tanda tangan diatas SPR, kan nanti bisa dituntut ke ranah hukum dong karena sudah tanda tangan diatas materai. 
Sementara itu harga jual rumah 420 juta rupiah, bayangin aja dendanya 50% belum pajak dsb kan banyak banget tuh. Mau ga mau konsumen akan lanjut KPR walaupun cicilannya berat kan? Daripada harus bayar denda yang berat juga. KPR tentunya butuh komitmen panjang dan lama. 

Jawaban atas pertanyaanku jika mundur dari youtube Ayah Kylan. Dokpri



Karena sudah merasa keberatan dengan klausul tersebut, kami berencana untuk mundur. Aku langsung mencari informasi atau cara membatalkan pembelian rumah. Beruntung sekali jawaban dari channel YouTube KPR Academy dan Ayah Kylan membuatku semakin mengerti bahwa perjalananku untuk membeli rumah masih di tahap yang sangat awal, jadi masih bisa dibatalkan.

 

Jawaban dari KPR academy. Dokpri


Kemudian dari KPR Academy juga menjelaskan bahwa sebelum ada tanda tangan akad kredit itu konsumen masih bisa mundur. Hanya saja harus waspada dengan jebakan yg dibuat marketing. Pokoknya kalau masih "memaksa", jalan terakhir laporkan ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan). 

 
Klausul yang memberatkan ini juga aku tanyakan kepada marketing perumahan. Namun dia tidak bisa menjawab dengan jelas dan hanya berjanji akan memberikan nomor whatsapp admin developer supaya dapat penjelasan lebih jelas. 

Disela pembicaraan, marketing mulai ngeles lagi dengan berkata, " Developer kurang baik apa coba Mbak. Disini ada yg masih hutang ke developer, ada ttd diatas materai tapi tidak dituntut apa-apa kalau bayar telat".

 
Aku cuma mbatin, "kok justru makin aneh, kalau ada kredit macet ke developer tentu nanti akan berpengaruh ke keuangan developer dong. Apalagi kok ngelesnya gini terus."

 
Keesokan harinya karena tidak kunjung mendapatkan nomor whatsapp admin developer, aku memutuskan untuk menceritakan klausul ini kepada teman yang paham hukum dan berprofesi sebagai advokat atau lawyer. 

 
Temanku mengatakan bahwa tanda tangan diatas materai sudah bisa dituntut jika melanggar klausul yang ada di dalamnya. Beruntung sekali Kanjeng Papi belum tanda tangan apapun diatas SPR. Jadi lebih mudah membatalkan pembelian rumahnya, tinggal nyiapin batin saja jika tertekan oleh pernyataan-pernyataan marketing. 


Marketing Perumahan Kurang Profesional

Umur tidak bisa menjadikan patokan bahwa seseorang akan profesional pada profesinya. Sebelumnya, aku pernah bertemu dengan marketing rumah subsidi yang menjelaskan pun sambil merokok. Ya aku langsung kabur dong, kesan pertama saja sudah merasa nggak dihargai euyyy!! 

Melihat tag di Get Contact saat mengumpulkan nomor marketing juga penting. Minimal kita jadi tau orang tsb pernah kerja jadi marketing di perumahan mana saja. Namun walaupun sudah pernah bekerja sebagai marketing perumahan di banyak tempat, belum tentu profesional lho. Ada juga yang hanya ikut-ikutan freelance temennya demi dapat tambahan uang. Jadi knowledge sebagai marketing property, ya seadanya doang.

 
Kalau dari kejadian yang kami alami kemarin, ke--tidak profesional--an itu tercermin dari beberapa hal berikut :

  1. Cara "ngeles" /defense yang out of topic seperti selalu bilang "Developer kurang baik gimana sih". Masalahnya bukan developer baik atau tidak, tapi yang namanya tanda tangan diatas materai ada tanggung jawab yang mengikuti dan bisa dibawa ke meja hijau. 
  2. Memberikan rekening koran yang tidak jelas ke marketing Bank. Aku pikir karena marketingnya sudah senior, dia sudah paham berkas mana yang harus disetorkan ke bank. Minimal rekening koran yg asli pasti disetorkan ke Bank karena akan dianalisis oleh pihak Bank. 
  3. Tidak bisa menjelaskan secara detail ke calon konsumen karena keterbatasan knowledge, sehingga konsumen terkesan kena jebakan betmen.
  4. Saat aku menyampaikan pembatalan rumah melalui whatsapp, marketing perumahan mengatakan, "tapi berkas sudah diproses", " Apakah terdaftar di REI itu penting banget", dan sebagainya. Wah ini kesannya "nggendholi" banget, karena ternyata proses bisa dihentikan saat itu juga asal memberikan informasi ke marketing Bank. Bank juga tidak akan memproses berkas lebih lanjut jika tidak ada SPR pada berkas yg diserahkan. Ya setidaknya setauku prosedur resminya sih begitu. Kalau prosedur bisik-bisik atau salam tempel, aku nggak tau.😅


Cara Membatalkan Pembelian Rumah KPR

Dari langkah yang aku lakukan kemarin sebenarnya cukup mudah tapi bikin deg-degan, yaitu cukup memberitahukan pembatalan kepada marketing perumahan dan marketing bank tanpa surat apapun. Hal ini dilakukan karena kami tidak ada tanda tangan apapun diatas materai. Namun jika sudah ada tanda tangan diatas materai, sebaiknya dikonsultasikan dengan advokat atau lawyer. Bukannya lebay sih, tetapi semuanya dipersiapan untuk kemungkinan terburuk sekalipun. 

Oh iya sebenarnya udah banyak banget tips beli rumah dari para profesional dan artikel di internet. Nah yang dibawah ini tambahan tips saat akan membeli rumah dari pengalamanku, diantaranya :

  • Kita harus dalam keadaan yang sedang baik-baik saja, tanpa tekanan apapun. Kalau kemarin tuh aku ingin beli rumah karena ada tekanan yaitu ketidaknyamanan di rumah kontrakan. Nah ini akan membuat pikiran kalang kabut, merasa capek banget dan tidur tidak nyenyak lho. Akhirnya semua terasa buru-buru, disinilah celah kemungkinan akan terjadi kesalahan karena kita tidak konsentrasi. 
  • Harus sangat berhati-hati dan teliti dalam membaca poin-poin SPR, apalagi kalau sudah sampai PPJB yang disaksikan Notaris. 
  • Jangan asal (mau-mau aja) tanda tangan diatas materai karena itu ada hukumnya. 
  • Perbanyak informasi dari para profesional supaya tidak salah langkah. Sekarang sudah banyak yang memberikan edukasi tentang pembelian rumah kok di youtube. Jadi belajar tentang cara beli rumah bisa dari mana saja. 

Proses beli rumah KPR itu melelahkan karena akan melibatkan banyak pihak mulai dari kita, developer dan Bank. Kami yang baru di tahap awal saja merasa sangat lelah, apalagi yang sudah di tahap akhir. Jadi harus meluangkan banyak waktu, biaya dan pikiran. 

Semoga pengalaman kami ini bisa bermanfaat untuk teman-teman yang mau beli rumah dan semoga kedepannya semakin banyak perlindungan untuk calon pembeli rumah dari pemerintah. Selain itu, semoga marketing perumahan lebih profesional supaya pembeli tidak merasa kena jebakan betmen dan benar-benar bisa membantu calon konsumen sampai ke titik akad kredit. 

2 komentar

  1. aku baru tau Sireng mbak, langsung aku kepoin dan aku terusin blog ini ke temen aku.
    Perlu kehati-hatian pokoknya ya

    BalasHapus