Stasiun Purwakarta ternyata merupakan stasiun yang sangat strategis di tengah kota Purwakarta. Selain dekat dengan toserba, jalan provinsi dan perpustakaan daerah, ternyata stasiun Purakarta juga dekat dengan taman kota. Kedua taman tersebut adalah Taman Air Mancur Sri Baduga dan Taman Cerdas Surawisesa Purwakarta. Jaraknya hanya ratusan meter dari stasiun, ditambah dengan tersedianya trotoar yang lebar dan pepohonan rindang, tentu sangat mendukung untuk berjalan kaki.
 |
Stasiun Purwakarta. Dokumen pribadi |
Berbekal tiket kereta seharga 4000 rupiah, akhirnya aku sampai di Stasiun Purwakarta. Dengan menggunakan kereta lokal Walahar dari Stasiun Cikarang, menuju stasiun Purwakarta membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam 45 menit.
Waktu menunjukkan jam 1 siang saat aku menginjakkan kaki di stasiun Purwakarta. Semua kekesalan selama naik kereta rasanya sudah menguap begitu saja. Rasa kesal itu kemudian berganti dengan rasa penasaran. Patung Gatotkaca di depan Stasiun sudah menyambut kedatangan siapa pun yang menginjakkan kakinya di Purwakarta. Rasanya kaki ini ingin segera melangkah menyusuri trotoar, menuju beberapa tempat yang sudah aku rencanakan.
 |
Patung Raden Kian Santang. Dokumen Pribadi |
Sebenarnya aku masih ingin menyusuri lorong Stasiun Purwakarta. Namun setelah turun dari gerbong kereta, arus penumpang langsung diarahkan ke pintu keluar oleh petugas. Hal ini dilakukan karena untuk mengantisipasi penumpukan penumpang di peron stasiun. Jadi aku hanya bisa melihat sekilas bahwa stasiun ini masih memiliki wajah aslinya.
 |
Bagian dalam Stasiun Purwakarta. Dokumen pribadi |
Stasiun Purwakarta merupakan cagar budaya, yang berarti wajah aslinya harus dipertahankan. Dari website kementrian kebudayaan, Stasiun Purwakarta yang dibangun pada tahun 1881 sampai 1884 ini tercatat dengan nomor registrasi nasional CB 822.
Saat keluar dari kompleks stasiun, terdapat patung Raden Kian Santang yang duduk bersila. Di dekat patung ini terlihat beberapa orang yang sedang menunggu angkot, jemputan atau ojek online. Stasiun diapit oleh Gedung Kembar yang belum aku ketahui fungsinya.
Yhaa gimana mau masuk, lha wong pagernya ditutup. Mungkin libur karena tanggal merah. Kebetulan waktu itu aku main ke Purwakarta pas tanggal merah.
Tujuan pertama jalan-jalan kali ini adalah Taman Sri Baduga. Jarak dari stasiun ke Taman kurang lebih 500 meter. Namun karena kehabisan uang cash dan perut sudah keroncongan, akhirnya harus mampir dulu ke Toserba Yogya yang arahnya berlawanan dengan taman. Ya nggak apa-apa sih wong udah diniatin jalan-jalan. 😁
 |
Patung yang aku temui sebelum ke Toserba. Dokumen pribadi |
Sampai di pertigaan sebelum Yogya Supermarket ternyata masih ada patung wayang. Sepertinya Arjuna sedang mengendarai kereta kudanya atau mungkin Kresna? aku kurang hapal dengan tokoh pewayangan.
Taman Air Mancur Sri Baduga
Setelah selesai dengan urusan perut, perjalanan dilanjutkan ke Taman Air Mancur Sri Baduga yang jaraknya sekitar 700 meter dari Toserba Yogya.
 |
Hanya bisa menikmati keindahan taman air mancur Sri baduga dari luar. Dokumen pribadi |
Saat melintas di dekat pagar pintu masuk Taman Sri Baduga, berbagai karakter wayang terukir di dindingnya. Bahkan di dekat gerbang utama terdapat relief yang menceritakan perang Bubat dan diatas relief itu ada patung Sri Baduga Maharaja yang sedang menunggang kuda.
 |
Beberapa pengunjung terlihat berfoto di depan relief taman air mancur Sri Baduga. Dokumen Pribadi |
Tapi saat udah sampai di pintu utama, ternyata Taman Sri Baduga TUTUP. Saat aku bertanya kepada petugas, ternyata taman sengaja ditutup karena pandemi covid. Yah sayang sekali yaaa...
 |
Gerbang utama Taman Air Mancur Sri Baduga hanya dibuka untuk petugas. Dokpri |
Sedikit melihat ke dalam taman, disana sepertinya ada patung Raden Kian Santang yang dikelilingi danau bernama Situ Buleud.
Menurut kebanyakan orang, waktu yang tepat untuk berkunjung ke Taman Air Mancur Sri Baduga adalah saat malam hari. Karena di malam hari terdapat pertunjukan air mancur terbesar se-Asia Tenggara. Namun itu sama sekali nggak masuk dalam listku karena aku nggak tertarik sama taman air mancur yang mirip sama yang di kota Bandung.
Untuk mengurangi kekecewaan karena nggak bisa masuk ke dalam taman, akhirnya banyak orang yang berfoto di depan relief perang Bubat. Kalau aku sih fotonya di sebrang aja, biar patung Sri Baduga Maharaja bisa masuk frame.
Oh iya di depan taman ini juga masih ada beberapa bangunan peninggalan kolonial yang bikin penasaran. Salah satunya bangunan kolonial yang digunakan untuk kantor PLN.
Taman Cerdas Surawisesa Purwakarta
 |
Taman Cerdas Surawisesa Purwakarta. Dokumen pribadi |
Sebelum masuk ke Taman Sri Baduga, aku sempat melintasi Taman Cerdas Surawisesa yang katanya taman untuk anak-anak. Nah waktu pulang dari Taman Sri Baduga, mampirlah ke Taman Cerdas Surawisesa. Saat matahari sudah bergeser ke arah barat, para pengunjung mulai berdatangan. Beberapa orang tua terlihat membawa anak-anak mereka untuk bermain.
Taman Surawisesa tidak seluas Taman Air Mancur Sri Baduga. Di dalam taman terdapat halaman yang dikelilingi kursi berwarna-warni, kolam ikan dan panggung.
Nah di bagian bawah panggung ini ada fasilitas toilet dan tempat ibadah. Serta bagian bawah panggung ini digunakan petugas taman untuk istirahat. Ya mirip seperti taman-taman yang ada di kota Bandung sih menurutku.
Di sekitar Taman Surawisesa banyak banget yang jual jajanan, jadi nggak khawatir perut keroncongan. Bahkan ada beberapa yang menyewakan kuda untuk ditumpangi anak-anak.
Mencicipi Mie Kocok dekat Stasiun Purwakarta
 |
Mie kocok dan teh hangat, cocok untuk mengisi perut sambil nunggu kereta. Dokumen pribadi |
Dikarenakan hari sudah mulai gelap dan akan hujan, aku memutuskan untuk kembali ke Stasiun lebih awal dari rencana. Selain itu supaya bisa mencicipi mie kocok di depan Gedung Kembar sambil menunggu jadwal kereta untuk kembali ke Cikarang.
Mie kocok legendaris ini buka mulai pukul 16.00 dan sudah ramai pembeli. Waktu sampai sana pun aku nggak dapat tempat duduk jadi harus nunggu sebentar. Dengan harga 12000 rupiah, mie kocok legendaris ini sudah siap menggoyang lidah. Selain itu dikasih minum satu gelas teh tawar gratis. Lumayan banget kan.
Akan Menyusuri Tempat di Sekitar Stasiun Purwakarta Lagi?
Wah kalau ada yang tanya gini pasti aku jawab 100% yessss!! soalnya belum puas menyusuri sekitar Stasiun. Aku juga belum ke Purwakarta Public Library dan Bale Panyawangan Diorama Nusantara. Padahal dua tempat ini pasti punya banyak informasi sejarah yang bermanfaat.
Lain waktu aku pasti kembali untuk menyusuri gedung-gedung peninggalan kolonial di sekitar Stasiun Purwakarta. Asal perginya nggak pas tanggal merah aja karena pasti pada tutup. 😅
Kesan pertama ke Purwakarta adalah kota ini punya ciri khas dan karakter kuat tanpa meninggalkan ke-Sunda-anya. Semoga bisa main ke Purwakarta lagi secepatnya yaaa..