![]() |
keindahan Candi Blandongan, peninggalan Kerajaan Tarumanegara. dokumen pribadi |
Tak pernah terpikirkan bahwa daerah yang terkenal sebagai daerah
industri ternyata menyimpan jejak sejarah. Sejarah besar dari sebuah kerajaan yang terkenal pada masanya. Jika mendengar kata Karawang, yang terlintas pasti kawasan
industri, penuh dengan deretan pabrik dan truk besar. Namun saat menjejakkan
kaki ke arah utara, tepatnya tidak jauh dari aliran Sungai Citarum, akan ditemukan
kompleks percandian Batujaya yang menyimpan jejak Kerajaan Tarumanegara dengan baik.
Kompleks percandian Batujaya terletak di kecamatan Batujaya
dan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Kawasan dengan luas 5 kilometer
persegi yang ada di tengah persawahan warga ini memiliki beberapa warisan
sejarah dari Kerajaan Tarumanegara. Warisan sejarah itu berupa candi-candi yang
usianya sudah ratusan tahun, bahkan ada yang dikatakan sebagai candi tertua di
Jawa Barat. Kompleks percandian yang bercorak buddha ini dibangun pada abad ke
7 masehi, masih dalam masa pemerintahan Kerajaan Tarumanegara yang beragama
hindu.
Dua candi yang terkenal dari kompleks percandian Batujaya
adalah Candi Jiwa dan Candi Blandongan. Beberapa waktu yang lalu, kami berkesempatan
mengunjungi keduanya sekaligus mengunjungi Museum Batujaya.
Jejak-jejak Kerajaan Tarumanegara di Karawang Bagian Utara
Perjalanan Menelusuri Jejak Tarumanegara Dimulai dari Cikarang
Awalnya tidak ada rencana untuk mengunjungi kompleks
percandian Batujaya. Namun karena H-1 liputan
sebuah acara di Jaksel tiba-tiba cancel tanpa penjelasan, mau tidak mau kami
harus mengajak si kecil untuk jalan-jalan. Daripada bingung mau kemana, bosen
masuk mall satu dan yang lain, akhirnya kami memutuskan untuk main ke kompleks
percandian Batujaya. Tentu saja semuanya sudah dikepoin dulu melalui google
maps, terutama tentang museum Batujaya yang merupakan pusat informasi dari
kompleks percandian.
Perjalanan dimulai dari Cikarang Selatan, daerah industri yang gersang berdebu. Setelah berhasil menyebrangi pantura, perjalanan dilanjutkan melewati jalanan sempit dengan sungai kecil berwarna hitam. Rasanya ingin menyerah kalau mengingatnya, karena salah gerak sedikit bisa nyemplung selokan. Beruntung sekali Kanjeng Papi bisa diandalkan dalam menyetir mobil kecil. Tantangan selanjutnya adalah jalanan sempit berbatu, banyak perbaikan jalan, macet dan angkot.
Astaga belum sampai candi saja rasanya sudah capek di jalan. Jalan
baru terasa agak nyaman saat mendekati aliran sungai Citarum dan pemandangan
mulai banyak sawahnya. Tapi tidak usah dibayangkan nyamannya seperti jalanan utama
Bantul Kota ya. Disini tol aja kadang nggak mulus, apalagi jalan yang bukan tol.
Setelah menempuh jarak sekitar 80 km alias 2 jam berkendara
dengan mobil, akhirnya kami sampai di depan Museum Batujaya.
Mengunjungi Museum Situs Cagar Budaya Percandian Batujaya
![]() |
foto situs yang sudah dipugar, di museum Batujaya. dokpri |
Saat mobil mulai masuk halaman museum, seorang petugas parkir
berusia setengah baya menanyakan keperluan kami, kemudian mengarahkan ke loket.
Untuk masuk kawasan museum, akan diminta menuliskan nama dan memberikan dana
kebersihan seikhlasnya. Waktu itu aku memberikan uang sebesar Rp 5000 dan uang
parkir mobil Rp 5000 saja. Sampai di dekat bangunan museum, tidak lupa mampir
ke kamar mandi dulu. Untuk kamar mandinya kecil dan bersih, tidak perlu membayar
lagi.
Tidak jauh dari kamar mandi inilah bangunan utama museum
berdiri. Bangunannya kecil, mirip seperti kantor kelurahan namun bersih dan
rapi. Ruang penyimpanan benda bersejarahnya juga kecil dengan sirkulasi udara
dan pencahayaan yang baik.
Awalnya kami ragu apakah museum masih buka atau tidak karena
waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 .Namun seolah mengetahui isi pikiran kami,
seorang petugas museum mempersilahkan kami masuk, sekaligus menjelaskan tentang
koleksi museum. Beliau Bernama pak Nahyan/nayan, warga asli Batujaya yang
bertugas di museum.
Sambutan hangat sangat berkesan bagi kami, seolah rasa capek
menguap begitu saja. Ya manusia kadang hanya ingin disambut dengan hangat,
bukan disambit dengan tatapan tajam meremehkan. Bertemu warga lokal yang ramah
seperti pak Nayan membuatku seperti pulang ke rumah kedua, yang jejaknya hilang
diterjang banjir dari sungai Citarum.
![]() |
komponen stupa Candi Blandongan yang seperti bunga teratai. dokpri |
Menurut penjelasan pak Nayan, koleksi museum tidak hanya
yang berasal dari Kawasan percandian Batujaya saja. Museum kecil ini menyimpan
berbagai batu candi, arca, potongan kaki arca, alat tukar, gerabah, keramik dan
fosil manusia purba. Dari situs kemendikbud dan penelitian bapak Hasan Djafar
diketahui bahwa fosil manusia purba berasal dari abad ke 2 Masehi, jadi kompleks
percandian Batujaya dibangun diatas Kawasan pemakaman.
Pada dinding juga terdapat informasi mengenai situs yang
digali di Kawasan percandian Batujaya, walaupun sudah terlihat usang. Beberapa informasi
dan foto yang tertempel di dinding museum, rasanya harus diperbaharui supaya
tidak terkesan suram.
Tidak jauh dari museum, kemegahan candi berbahan batu bata
itu sudah terlihat.
Candi Jiwa, Candi Tertua di Jawa Barat
![]() |
Candi Jiwa, candi tertua di Jawa Barat. dokpri |
Dari penuturan pak Nayan, Candi Jiwa dulunya berupa gundukan tanah yang membentuk bukit. Bahkan saat beliau masih kecil sering dinasehatin kakek neneknya supaya tidak menggembala kambing sampai disana karena kambing akan mati setelah melewati bukit tersebut.
Menurut informasi dari website Disbudpar Provinsi Jawa Barat,
candi jiwa ditemukan pada tahun 1984 dan mulai diteliti oleh jurusan arkeologi
UI pada tahun 1985. Candi buddha yang terbuat dari batu bata merah ini dibangun
pada abad ke 7 Masehi. Bentuk candi Jiwa cenderung bujur sangkar, tidak
menjulang tinggi, dan stupanya diperkirakan mirip dengan bunga Teratai yang
mekar diatas air. dari keterangan pak Nayan, Candi Jiwa dibangun pada masa kerajaan
Tarumanegara karena adanya pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya.
![]() |
cara menikmati keindahan Candi Jiwa. dokpri |
Saat ini keindahan candi Jiwa hanya bisa dinikmati dari luar
pagar, karena waktu kesana pagarnya digembok. Mungkin untuk menghindari tangan-tangan
jahil dan masih dalam penelitian juga kali ya. Angin sore yang berhembus dan
hijaunya hamparan padi di sawah menurutku sudah cukup untuk menikmati keindahan
candi Jiwa yang usianya ratusan tahun. Belum selesai menikmati keindahan candi
Jiwa, mataku menangkap sebuah candi yang terlihat lebih besar di sisi yang
lain.
Candi Blandongan Masih Terlihat Gagah
![]() |
Candi Blandongan, lebih besar dari Candi Jiwa. dokpri |
Letak candi Blandongan hanya 100 meter dari Candi Jiwa, namun
sudah masuk kecamatan Pakisjaya jadi beda pengurusnya dengan Candi Jiwa dan
Museum Batujaya. Memasuki candi Blandongan, akan diminta menuliskan nama dan
uang kebersihan di pintu masuk. Candi Blandongan merupakan candi buddha yang
dibangun dari batu bata merah. Candi ini secara khusus diteliti pada tahun 1993
dan sampai sekarang kawasan percandian Batujaya masih menjadi lahan okupansi
penelitian.
Dari beberapa penemuan di Kawasan percandian, Candi Blandongan
inilah yang memiliki data kepurbakalaan paling lengkap. Candi Blandongan berbentuk
persegi dengan ukuran 25x25 meter, lebih besar dari Candi Jiwa. Bentuk candi
ini mirip dengan punden berundak dengan ukuran bagian tengahnya 10x10 meter.
Untuk bagian atas sudah hilang, namun diduga bagian atasnya berupa stupa.
Saat ekskavasi tahun 1999-2013 di Candi Blandongan ditemukan
amulet, vovite tablet, arca buddha dan gerabah. Dari hasil penelitian melalui
carbon dating, Candi Blandongan dibangun pada abad ke 7 Masehi.
![]() |
menikmati sore di sekitar Candi Blandongan.dokpri |
Menikmati sore di candi Blandongan memang terasa
menyenangkan, apalagi di pinggiran candi terdapat hamparan bunga dan rerumputan
yang cocok untuk duduk santai. Namun jangan lupa waktu saat bersantai disini
karena Kawasan candi ditutup pukul 17.30.
FYI, pengunjung tidak boleh naik ke candi ya, jadi nikmatin
aja pemandangannya dari rerumputan.
Worth It Nggak Main ke Kompleks Percandian Batujaya?
Sebagai orang yang suka sejarah, menurutku worth it banget
main ke kompleks percandian Batujaya karena kita bisa belajar tentang
peninggalan Kerajaan Tarumanegara, yang dulu hanya bisa dilihat di buku. Selain itu disini cocok untuk healing, menikmati
sore yang jauh dari kebisingan.
Namun beberapa hal yang harus dipertimbangkan saat main
kesini adalah perjalanannya yang cukup menguras waktu, energi dan biaya. Tapi untuk
biaya kebersihan dan parkir masih masuk akal kok, tidak overpriced dan
berlebihan. Disini juga sambutan warganya hangat dan santun, apalagi kalau kamu
bisa bahasa sunda halus. Istilahnya masih memanusiakan manusia, tidak memandang
sebelah mata kepada pengunjung yang datang.
![]() |
bonus foto : Kanjeng Papi healing lewat tengah sawah. dokpri |